[Little talk about] Quarter Life Crisis in Your Area!
March 21, 2019
Disclaimer:
Gue bukan ahli dalam bidang psikologi, gue buat tulisan dengan tema ini karena
gue ngerasa pasti banyak di luar sana yang juga sudah atau sedang melewati
tahap ini. Dan tenang, kalian ga sendirian.
![]() |
Pict from pinterest |
Kita pasti bertanya,
sebenarnya dari usia berapa sih kita mengalami Quarter-life crisis?
Menurut Robbins dan
Wilner, 2001; Olsen-Madsen, 2007, dalam Black 2010 mengatakan quarter-life crisis dapat didefinisikan
sebagai suatu respon terhadap ketidakstabilan yang memuncak, perubahan yang
konstan, terlalu banyaknya pilihan-pilihan serta perasaan panik dan tidak
berdaya (sense of helplessness) yang
biasanya muncul pada individu di rentang usia 18 hingga 29 tahun. Awal mula munculnya onset ditandai saat individu telah menyelesaikan perkuliahan,
dengan karakteristik emosi seperti frustasi, panik, khawatir, dan tidak tahu
arah. Krisis ini juga mengarah ke depresi dan gangguan psikis lainnya.
Jadi kita pasti sudah merasakan
yang namanya rasa panik dan khawatir berlebih sejak usia 18 atau mulai memasuki
usia 20 tahun. Berakhirnya masa remaja, dimana umumnya pada usia itu kita
dituntut untuk lebih dewasa tidak hanya dalam sisi finansial tapi juga dalam
bersikap.
Dan dari sanalah
kegalauan muncul, berbagai pertanyaan yang menghantui kita:
“Apa yang sebenarnya
gue inginkan ya?”
“Gue bisa sukses dan
mandiri ga ya?”
“Udah usia segini, gue
udah siap menikah ga ya? Temen-temen gue udah pada nikah.”
“Kok jenjang karir gue
gini-gini aja?”
“Di umur segini kok gue
belum bisa memutuskan untuk lanjut kuliah atau bekerja?”
“Kok gue belum lulus
kuliah?”
“Apa passion gue ya?”
Dan masih banyak lagi yang
lainnya, pencetusnya bisa dari faktor external
atau internal, biasanya faktor
eksternal yang paling sering adalah dari pertanyaan sekadar basa-basi dari teman
yang sudah lama tidak bertemu, saudara bahkan keluarga sendiri atau juga dari
tawaran-tawaran yang berdatangan dari lingkungan sekitar. Sedangkan faktor
internal datangnya dari dalam diri yang belum kokoh.
Contoh dari pertanyaan
basa-basi yang berujung jadi faktor pencetus misalnya:
“Kapan nikah?”
“Kapan wisuda? Temen-temen
lo udah pada lulus tuh.”
“Kerja di mana?”
“Gaji segitu mah mana
cukup.”
“Kerja udah lama masih
gitu-gitu aja lo.”
Waittttt,
take a deep breath dulu kuy sebelum
lanjut baca. Gue sendiri paling sering mendapat pertanyaan basa-basi nomor dua
teratas dari temen (Alhamdulillah-nya keluarga selalu support apapun yang terjadi), dan baru-baru ini ada temen gue pun
curhat kalau dia hopeless ditahap
kuliah karena sering dapat pertanyaan serupa, dia bilang (gue cantumin beberapa
aja ya).
ps: gue udah izin sama temen gue buat nulis beberapa curhatannya dia.
“Kuliah sampe semester
segini ga lulus-lulus berasa jadi mahasiswa paling bego satu kampus.”
“Gue ga masukkin hati
sih, omongan mereka.”
Gue jawab “Sadar atau
ga sadar pertanyaan basa-basi atau jokes basi kayak gitu emang ga lu masukkin
hati, tapi secara tidak langsung itu terekam di alam bawah sadar lu, yang
akhirnya berujung keinget terus, ngerasa ga berguna dan ngerasa sia-sia,
padahal mereka ga tau lu udah berjuang kayak gimana.”
Karena yang tadinya
kita enjoy-enjoy aja melewati tahap struggle-nya tau kalau ini sulit tapi
tetap harus diperjuangkan dan semua akan terlewati, tapi jadi down dan merasa dapet pressure lebih, khawatir berlebih, sedih
berkepanjangan. Yang rugi? Tentu aja diri
kita sendiri. Mereka yang mengutarakan itu ga akan sadar kalau ucapan
basa-basi-nya berimbas panjang ke kehidupan orang lain.
Nah, kalau pencetusnya
dari faktor external, disinilah kita
harus bisa memfilter siapa saja yang dekat sama kita, karena menjauhi
orang-orang seperti itu bukan berarti kita membenci mereka, tapi karena kita
menyayangi diri kita sendiri, kita yang paling memahami diri kita sendiri. Dengan
begitu pikiran kita akan jadi lebih tenang dan bisa melanjutkan perjuangan yang
sempat tertunda karena sebelumnya kita merasa down.
Atau kalau pencetusnya
dari tawaran-tawaran yang menggiurkan, tapi karena diri kita sendiri belum kokoh,
belum tau passion kita apa? Yang
perlu digaris bawahi adalah jangan ikut-ikutan orang lain, karena nanti
kalau hasilnya berbeda dan tidak sesuai dengan yang kita harapkan, itu justru
membuat kita menyesal dan menyalahkan diri sendiri terus menerus.
Karena terdapat 5
(lima) fase yang dilalui individu dalam Quarter-life crisis menurut Robinson
(2011), kelima fase tersebut antara lain:
- Fase pertama, adanya perasaan terjebak dalam berbagai macam pilihan serta tidak mampu memutuskan apa yang harus dijalani dalam hidup.
- Fase
kedua, adanya dorongan yang kuat untuk mengubah situasi.
- Fase
ketiga, melakukan tindakan-tidakan yang sifatnya sangat
krusial, misalnya keluar dari pekerjaan atau memutuskan suatu hubungan yang
sering dijalani lalu mulai mencoba pengalaman baru
- Fase
keempat, membangun pondasi baru dimana individu bisa
mengendalikan arah tujuan kehidupannya.
- Fase
kelima, membangun kehidupan baru yang lebih fokus pada
hal-hal yang memang menjadi minat dan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut
oleh individu itu sendiri.
Permasalahan-permasalahan
dewasa muda di Amerika dan Indonesia kurang lebih sama, tapi kalau di Amerika
usia setelah sekolah menengah keatas biasanya umur 18 tahun mereka seperti ada
kewajiban untuk keluar dari rumah, tinggal mandiri pisah dari orang tua, itu
adalah major culture disana. Di Asia
tidak berlaku, bahkan tinggal bersama orang tua tidak menjamin bahwa kita tidak
ada masalah walaupun usia kita diatas 18 tahun. Crisis yang banyak dihadapi adalah karir dan personal, seperti yang udah gue tulis sebelumnya diatas tentang
pertanyaan basa-basi yang sering dilontarkan.
Di Indonesia ada tuntutan usia
tertentu mereka sudah pantas menikah, teman-teman mereka sudah menikah. Ada
pula di usia tertentu sudah punya karir yang pasti, sedangkan beberapa
diantaranya merasa belum mencapai apa-apa. Perasaan bingung, panik, stress dan
krisis. Ini yang membedakan potensi sembuhnya kita yang berada di Asia lebih
buruk dibanding Amerika, karena Asia khususnya Indonesia lebih mudah untuk
melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat personal dan sensitif.
Tapi bukan berarti kita
tidak bisa melewati tahap quarter-life
crisis ini manteman, kita pasti bisa. Badaiiii pasti berlaluuuu (you sing you lose, hehehe) percayalah banyak
orang yang juga sedang menghadapi dan berjuang melewati tahapan quarter-life crisis. Remember “Everything happen for a good
reason” ketika kita merasa terpuruk dengan keadaan, segala pilihan yang
ada, tuntutan dari berbagai pihak, penilaian dari orang lain “Believing
in yourself, you’re great in your way.”
The
last but not least, sometimes you have to stop worrying. Have faith that things
will work out, perhaps not how you planned, but just how they’re supposed to.
No matter how good or bad your life is, wake up each morning and be thankful
that you still have one.
😊
IG: @anggrainicaa12
6 Comments
Saya udah mengalami seenggaknya 2x quarter life crisis heheh.
ReplyDeleteYang pertama pas baru lulus kuliah dan kesulitan nyari kerja.
yang kedua (saat ini) pas baru menikah karena tiba-tiba semua hal berasa jadi lebih rumit dari yg sebelum-sebelumnya
Hi Mba! Makasi ya udah mampir baca ke blog ku.
DeleteAku sendiri belum menikah, tapi aku rasa memang dunia pernikahan pasti ada rumitnya, karena menyatukan dua kepala yang punya pemahaman berbeda, cara berpikirnya pun berbeda itu ga mudah.
Tapi sama seperti Quarter-life crisis yang mba alami saat pertama lulus kuliah, aku yakin mba juga bisa melewati tahap yang sekarang.
Semangat terus ya mba 😊🤗
Jika kita mengalamai quarter life crisis, yang harus kita lakuka adalah.... Meleeatinya 😂😂
ReplyDeleteBetul Mba Ami, semoga kita selalu setronggg ya melewati semua tahapannya hahaha 😌
DeleteThank you for sharing mbak. Bener ya life crisis tuh ada. Dulu mikirnya alah masalah gitu doang, pdhl pas ngrasain ya ampunnn berat banget pengen nangis, ngeluh, tp jangan, nggak akan berubah kan. Blm nikah aja udh pusing hampir stress ngadapin hidup, blm lagi udh nikah heu
ReplyDeleteYou're welcome Mbak Elsa, terima kasih juga udah mampir baca 😊
DeleteIya betul, masa2 Quarter-life crisis emang nano2.. tapi kalo mau nangis atau ngeluh masih boleh kok mbak asalkan ga keterusan aja hehehehe.
Klo nanti nikah udh pasti nambah susah-senangnya karena ada bahu tambahan juga utk bersandar, ciatt ciattt 🙈