[MY OPINION] “Minimalsm di Generasi Milenial ?”

July 12, 2018

Let me give the title of my opinion is “Minimalsm di Generasi Milenial ?”


Minimalsm ini mulanya adalah konsep penataan ruang, minimalis. Efisiensi hal-hal yang dirasa perlu dan membuang yang tidak perlu. Misal, pemilihan dekorasi untuk ruangan dengan melihat dari manfaatnya bukan hanya nilai estetika saja. Namun seiring berjalannya waktu, hal ini mulai diterapkan  di kehidupan sehari-hari.

Pasti akan muncul pertanyaan, apa hubungan nya dengan generasi milenial ?

Apa sih yang dimaksud “Generasi Milenial ?” kita termasuk di dalamnya atau tidak ?

Milenial (juga dikenal sebagai Generasi Y) adalah kelompok demografi setelah Generasi X (Gen-X). Tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini.  Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran. Milenial pada umumnya adalah anak-anak dari generasi Baby Boomers dan Gen-X yang tua. Milenial kadang-kadang disebut sebagai "Echo Boomers" karena adanya 'booming' (peningkatan besar) tingkat kelahiran di tahun 1980-an dan 1990-an. Untungnya di abad ke 20 tren menuju keluarga yang lebih kecil di negara-negara maju terus berkembang, sehingga dampak relatif dari "baby boom echo" umumnya tidak sebesar dari  masa  ledakan populasi paskah Perang Dunia II.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Nah, saya sudah menebalkan keyword dari generasi milenial itu. Kita memang termasuk dari generasi milenial. Tapi generasi yang bagaimana kah kita ?

Tidak bisa dipungkiri, waktu kita lebih banyak dihabiskan dengan gadget, beberapa menggunakan untuk membaca berita terbaru, melihat online shop dan sisanya melihat feeds media social ter-update. Contoh kecil potret kehidupan saat ini, jika dulu ibu kita melahirkan di rumah sakit, klinik atau bahkan dukun beranak tidak ada dokumentasi selain dari orang-orang yang mendampingi ibu yang melahirkan kita, tapi sekarang untuk proses melahirkan saja, kamar tempat menginap dihias sedemikian rupa, mungkin bagi sebagian orang yang “tidak terlalu sering menggunakan gadget untuk membuka sosial media”, pastilah menyangka kalau itu pesta ulang tahun. Karna ada anak kecil yang masih didekap dan dikelilingi banyak orang yang berfoto bersama. Saya tidak menyalahkan proses dokumentasi itu, tapi seringnya banyak orang yang ikut-ikutan mengusahakan hal yang sama, dengan kondisi keuangan yang mungkin tidak memadai. Kita mengambil kiblat dari kehidupan mewah yang sering ditampilkan di sosial media. Padahal itu sesuatu yang tidak dibutuhkan.
Saya pun termasuk salah satu bagian dari generasi milenial yang belum menerapkan konsep minimalism, dulu. Sekarang setelah tahu, merasa menyesal kemudian.

Membeli barang-barang yang tidak diperlukan, hanya ikut-ikutan trend.
Biar apa ? Untuk pengakuan ? Entahlah. Hanya diri masing-masing yang paling mengetahui alasannya.

Selain pemborosan hanya akan ada rasa lelah yang tidak ada habisnya, karena trend tidak pernah berhenti dari satu hal ke hal yang lainnya.

Dari situlah, saya merasa bahwa sudah saatnya mulai berubah. Untuk tidak malu terlihat pakai baju, sepatu, tas, dll yang itu-itu aja. Tidak peduli penilaian orang lain.
Terlebih kalau kita adalah perempuan, mau punya baju seisi lemari. Pasti kalau setiap pergi pun akan bilang “Gue ga punya baju.”

Sejujurnya saya pernah punya penilaian begini. Kenapa laki-laki itu lebih simple dan nyaman dengan apa yang dia pakai, walaupun cuma itu-itu saja ?

Dan pernah dilain kesempatan pergi ke salah satu toko buku disalah satu mall, kita ber-lima. Dua perempuan, tiga laki-laki. Saya dan teman saya, yang sama-sama perempuan, pastilah mampir ke pernak-pernik alat tulis. Lalu teman kami yang laki-laki bilang “Buat apa beli itu, emang butuh ? Mending buat beli makanan.” Awal denger konyol sih, karena dari dulu pemikirannya, kalau suka dan ada uangnya ya beli, lagian harga ga pernah bohong.”
But, honestly.
Dari pertanyaan yang simple itu saya sadar, ada benarnya juga.
“Kenapa harus beli, kalau emang ga butuh ?”

Kembali lagi, perempuan pasti lebih melihat dari nilai estetika, karena memang begitu dia diciptakan. Menyukai yang indah-indah.


Tapi bukan berarti kita tidak bisa berubah, menerapkan konsep minimalsm dikehidupan sehari-hari.
Coba deh, kapan-kapan sortir isi lemari. Pisahkan dari yang masih mau digunakan dan yang tidak. Lebih banyak yang mana ?
Kamu sendiri nanti yang akan sadar, kalau selama ini yang kita lakukan ada manfaatnya atau tidak ?. Bukan berarti kita tidak boleh membelikan sesuatu yang mahal, tapi lebih bijak lah memilah-milah mana yang dirasa perlu dan tidak atau nanti benda-benda itu hanya menumpuk dan tidak digunakan atau menjadi tindakan yang disesali setelahnya.


“If you are anything like I was, dissatisfied with your life, insecure, unhappy –try reducing your belongings, You’ll start to change.” 
GoodbyeThings:The New Japanese Minialism, Fumio Sasaki


Marilah kita menjadi “Generasi Milenial” yang membawa perubahan, setidaknya untuk diri sendiri.



The End!





You Might Also Like

0 Comments